1. Pendahuluan
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Sifat atau ciri dari bahasa itu sendiri antara lain, bahasa itu adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis, bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.
Menurut Hockett, seorang tokoh strukturalis, bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedangkan subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Subsistem semantik bersifat periferal karena, makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis).
Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna ini menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik lainnya. Itu dikarenakan orang mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut untuk menyampaikan makna-makna yang ada pada lambang tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa, dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu.
Kata semantik dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Yunani, yaitu sema (kata benda), yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Tanda atau lambang menurut Ferdinand de Saussure, terdiri dari komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dlambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa, fonologi, gramatika, dan semantik.
Dalam analisis semantik harus juga disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan menganalisis bahasa lain.
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redudansi), dan sebagainya. Tetapi yang akan dibahas lebih lanjut dan mendalam di dalam makalah ini adalah polisemi.
2. Kajian Teori
Dari sekian banyak relasi makna yang terdapat dalam bahasa Indonesia, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah relasi makna polisemi. Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu, karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Contoh:
• Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah SMP Kroto Emas. (Kepala bermakna pemimpin).
• Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (Kepala berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
• Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada Ki Joko Cempreng. (Kepala berarti individu).
• Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop eee pc yang baru dibelinya di mangga satu. (Kepala berarti bagian dari surat).
Dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya. Sedangkan yang lainnya adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
Makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal tersebut. Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikalnya sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu.
Perbedaan polisemi dengan homonimi, yaitu homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonimi ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonimi didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda. Sebaliknya, bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Lalu, karena polisemi ini adalah sebuah kata maka d dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Ada satu lagi perbedaan antara homonimi dan polisemi, yaitu makna-makna pada bentuk-bentuk homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lain. Makna pada kata berpolisemi masih ada hubungannya karena memang dikembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut.
3. Pembahasan
Setelah membahas teori-teori yang berkaitan dengan polisemi, selanjutnya adalah pembahasan tentang deskripsi data dan analisis dari data-data yang saya temukan.
Deskripsi Data
Berikut ini adalah kata-kata yang mengandung polisemi dari alfabhet t-z :
No. Kata yang Berpolisemi Contoh Kalimat
1. Taat :
1. Senantiasa tunduk [Kepada Tuhan, pemerintah, dsb]; patuh.
2. Tidak berlaku curang; setia.
3. Saleh; kuat beribadah.
1. Nabi Muhammad SAW, menyeru manusia supaya mengenal Allah dan taat kepada-Nya.
2. Ia adalah seorang istri yang taat.
3. Jadilah anda seorang muslim yang taat.
2. Tadi :
1. Waktu yang belum lama berlalu; baru saja.
2. Saat yang baru saja lalu.
3. Yang baru lalu.
1. Tadi ia duduk disini bersama dengan ibu.
2. Sejak tadi ia sudah kuperingatkan.
3. Siang tadi, aku melihatnya duduk sendirian di taman.
3. Tahan :
1. Tetap keadaannya [kedudukannya, dsb] meskipun mengalami berbagai-bagai hal; tidak lekas rusak [berubah, kalah, luntur, dsb].
2. Kuat atau sanggup menderita [menanggung] sesuatu.
3. Dapat menyabarkan [menguasai] diri; betah.
4. Sanggup dan tidak lekas merasa jijik [kasihan, dsb].
5. Cukup [sampai atau hingga].
1. Kayu seperti ini tidak tahan terkena panas matahari.
2. Seorang petapa harus tahan lapar dan tahan menderita
3. Ia tidak tahan tinggal di asrama
4. Dia tidak tahan melihat mayat korban pembunuhan itu.
5. Persediaan air hanya tahan untuk lima hari.
4. Tajam :
1. Bermata tipis, halus, dan mudah mengiris, melukai, dsb [tentang pisau, pedang, dsb].
2. Runcing; berujung lancip.
3. Lekas dapat melakukan sesuatu [melihat, mendengar, mencium bau, merasa, dsb].
4. Kelihatan galak [tentang pandangan].
5. Pedas atau keras [tentang perkataan, kritik, dsb].
6. Mudah menangkap atau mengerti [tentang akal, pikiran, dsb].
7. Mudah dapat melukai atau menyakiti.
8. [Sangat] nyata, jelas, dsb.
9. Cerdas [tentang pikirannya].
1. Pisau cukur yang dibeli ayah sangat tajam.
2. Mobilnya berbelok begitu cepat di sudut yang sangat tajam.
3. Kucing itu sangat tajam penglihatannya.
4. Matanya memandang dengan tajamnya.
5. Baru saja ia mendapat kritikan yang sangat tajam dari temannya.
6. Otaknya kurang tajam dalam menerima pelajaran matematika.
7. Air sabun ini tajam benar, barangkali banyak sodanya.
8. Telah terdapat perbedaan pendapat yang tajam antara mereka.
9. Pikirannya tajam terhadap masalah pendidikan.
5. Takut :
1. Merasa gentar [ngeri] menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana.
2. Takwa; segan dan hormat.
3. Tidak berani [berbuat, menempuh, menderita, dsb].
4. Gelisah; khawatir (kalau....)
1. Anjing itu jinak, engkau tidak perlu takut.
2. Hendaklah kita takut kepada Allah SWT.
3. Hari sudah malam, aku takut pulang sendiri.
4. Takut terjadi apa-apa, apabila ia pergi sendirian.
6. Teduh :
1. Reda [tentang angin ribut, ombak]; berhenti ]tentang hujan].
2. Terlindung atau tidak kena panas matahari; lindap.
3. Tidak turun hujan [tentang hari]; redup atau tidak memancarkan sinar yang terik [tentang matahari].
4. Tenang; aman.
1. Mereka bersenda gurau sambil menanti hujan teduh.
2. Setelah bermain-main, anak-anak beristirahat di tempat yang teduh.
3. Sudah beberapa hari ini, matahari sangat teduh.
4. Samudera Pasifik, termasuk lautan yang teduh.
7. Ujung :
1. Bagian penghabisan dari suatu benda [yang panjang].
2. Bagian barang yang diruncingkan [lancip, tajam, dsb].
3. Bagian darat yang menjorok [jauh] ke laut.
4. [Bagian] akhir [pembicaraan, percakapan, tahun, dsb].
5. Maksud dan tujuan [perkataan, dsb].
1. Serangga itu merusakkan ujung akar anggrek.
2. Ada bekas noda cat di ujung hidungnya.
3. Rumahnya sangat dekat dengan ujung laut.
4. Gajinya tidak cukup sampai ke ujung bulan.
5. Saya maklum akan ujung perkatannya itu.
8. Ulet :
1. Liat; kuat [tidak mudah putus, tidak getas].
2. Tidak mudah putus asa yang disertai kemauan keras dalam berusaha mencapai tjuan dan cita-cita.
1. Talinya sangat ulet, terbuat dari kulit waru.
2. Musuhnya ulet, perlu dilawan dengan senjata yang ampuh.
9. Untung :
1. Sesuatu [keadaan] yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Mahakuasa bagi perjalanan hidup seseorang; nasib.
2. Mujur; bahagia.
3. Laba yang diperoleh dalam berdagang, dsb.
4. Guna; manfaat; faedah.
1. Kalau ada untung di badan, bolehlah kita bertemu lagi
2. Untunglah saat-saat demikian mereka dapat menyelamatkan diri.
3. Kita bukan pedagang yang dapat membeli sayur di desa dan menjualnya dengan untung besar di kota.
4. Apa untungnya menakut-nakuti orang.
10. Vakum :
1. Hampa udara.
2. Kosong [tidak ada petugasnya, pejabatnya, dsb].
1. Supaya benda yang akan ditaruh di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruang itu harus vakum.
2. Supaya tidak vakum, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sehari-hari sampai terbentuk pengurus baru.
11. Ventilasi :
1. Pertukaran udara; perputaran udara secara bebas di ruangan.
2. [Lubang] tempat udara dapat keluar masuk secara bebas.
1. Rumah sehat, adalah rumah yang cukup ventilasi dan cahaya.
2. Antara dinding dan atap terdapat jeruji besi sebagai ventilasi.
12. Wajah :
1. Bagian depan dari kepala; roman muka; muka.
2. Tokoh [pemain, dsb].
3. Apa-apa yang tampak lebih dulu.
4. Gambaran; corak.
1. Ketika aku datang, tampak wajah ibunya berseri-seri.
2. Belakangan ini, wajah artis baru sering menghiasi layar kaca.
3. Jakarta adalah wajah Indonesia.
4. Wajah remaja sekarang tidak menggembirakan, apalagi dengan banyak yang terlibat penggunaan obat terlarang.
13. Wakil :
1. Orang yang dkuasakan menggantikan orang lain.
2. Orang yang dipilih sebagai utusan negara; duta.
3. Orang yang menguruskan perdagangan, dsb untuk orang lain.
4. Jabatan yang kedua setelah yang tersebut di dalamnya.
1. Paman bertindak sebagai wakil ayah di persidangan itu.
2. Dia merupakan salah seorang wakil Indonesia di perebutan Piala Thomas.
3. Ia sebagai wakil tunggal di kotanya.
4. Sekarang ini ia menjabat sebagai wakil ketua OSIS.
14. Ya :
1. Kata untuk menyatakan setuju [ membenarkan, dsb].
2. Kata untuk memastikan, menegaskan bertanya (..... bukan).
3. Tah; gerangan.
4. Kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan.
1. Ya baiklah, saya datang nanti sore.
2. Ia pacarmu ya?
3. Siapa ya yang hendak ke pasar?
4. Besok datang ya, jangan lupa.
15. Yakin :
1. Percaya [Tahu, mengerti] sungguh-sungguh; [merasa] pasti [tentu, tidak salah lagi].
2. Sungguh; sungguh-sungguh.
1. Hakim yakin akan kesalahan terdakwa itu.
2. Yakin bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani sumpah.
Analisis Data
Taat :
1. Senantiasa tunduk [Kepada Tuhan, pemerintah, dsb]; patuh.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Nabi Muhammad SAW, menyeru manusia supaya mengenal Allah dan taat kepada-Nya.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat makna kata taat secara jelas. Di dalam kalimat tersebut, Nabi Muhammad SAW menyerukan kepada manusia agar senantiasa tunduk dan patuh. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Tidak berlaku curang; setia.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Ia adalah seorang istri yang taat.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa sang istri setia kepada suaminya dan tidak berlaku curang. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
3. Saleh; kuat beribadah.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Jadilah anda seorang muslim yang taat.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa seorang muslim haruslah saleh dan kuat beribadah. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
Tadi
1. Waktu yang belum lama berlalu; baru saja.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Tadi ia duduk disini bersama dengan ibu.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa baru saja ia duduk bersama dengan ibu. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Saat yang baru saja lalu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Sejak tadi ia sudah kuperingatkan.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa ia baru saja diperingatkan. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
3. Yang baru lalu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Siang tadi, aku melihatnya duduk sendirian di taman.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa baru saja beberapa saat yang lalu, ia duduk di taman sendirian. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
Ulet
1. Liat; kuat [tidak mudah putus, tidak getas].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Talinya sangat ulet, terbuat dari kulit waru.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa talinya sangat kuat, karena terbuat dari kulit waru. Dengan demikian, makna kata ulet di atas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Tidak mudah putus asa yang disertai kemauan keras dalam berusaha mencapai tjuan dan cita-cita.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Musuhnya ulet, perlu dilawan dengan senjata yang ampuh
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa sikap tidak mudah putus asa, harus dilawan dengan senjata yang ampuh. Dengan demikian, kata ulet di atas, termasuk ke dalam polisemi.
Vakum
1. Hampa udara.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Supaya benda yang akan ditaruh di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruang itu harus vakum.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa supaya benda di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruangannya harus yang hampa udara. Dengan demikian, kata vakum di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Kosong [tidak ada petugasnya, pejabatnya, dsb].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Supaya tidak vakum, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sehari-hari sampai terbentuk pengurus baru.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa supaya tidak terjadi kekosongan, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sampai ada pengurus yang baru. Dengan demikian, kata vakum di atas termasuk ke dalam polisemi.
Wajah
1. Bagian depan dari kepala; roman muka; muka.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Ketika aku datang, tampak wajah ibunya berseri-seri.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat bahwa roman muka ibu ketika aku datang, tampak berseri-seri. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Tokoh [pemain, dsb].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Belakangan ini, wajah artis baru sering menghiasi layar kaca.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat bahwa tokoh artis baru belakangan ini sering muncul di layar kaca. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
3. Apa-apa yang tampak lebih dulu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Jakarta adalah wajah Indonesia.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa Jakarta adalah yang tampak terlebih dahulu dari Indonesia, maka dari itu Jakarta disebut sebagai wajah Indonesia. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
4. Gambaran; corak
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Wajah remaja sekarang tidak menggembirakan, apalagi dengan banyak yang terlibat penggunaan obat terlarang.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa gambaran remaja sekarang tidak menggembirakan, terlebih lagi tidak sedikit remaja yang menggunakan obat terlarang. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
Yakin
1. Percaya [Tahu, mengerti] sungguh-sungguh; [merasa] pasti [tentu, tidak salah lagi].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Hakim yakin akan kesalahan terdakwa itu.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat maknanya bahwa hakim percaya kalau terdakwa tersebut bersalah. Dengan demikian, kata yakin di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Sungguh; sungguh-sungguh.
Contoh dari penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Yakin bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani sumpah.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat maknanya bahwa sungguh-sungguh bukan dia yang mengambilnya. Dengan demikian, kata yakin di atas termasuk ke dalam polisemi.
4. Kesimpulan
Dari data-data yang saya peroleh, dapat disimpulkan bahwa kata-kata seperti taat, tadi, tahan, tajam, takut, teduh, ujung, ulet, untung, vakum, ventilasi, wajah, wakil, ya, dan yakin, semuanya adalah kata-kata yang berpolisemi. Kata-kata tersebut memiliki makna yang lebih dari satu, dan juga penggunaan kata-kata tersebut berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Http://ivanlanin.posterous.com/sinonim-antonim-homonim-homofo#ixzz0G959VvUF&A
www.google.com
Friday, July 30, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment