Friday, December 31, 2010

we meet again: HAPPY NEW YEAR!

ga berasa banget tau-tau udah akhir tahun lagi, kayaknya waktu cepet banget berlalu. banyak kejadian yang rasanya pengen keulang lagi dan banyak juga yang pengen keapus biar ga inget.
but things happened without our knowings, Allah shows us the way

recently, kodok came into my house, what a surprise i've never guessed before!
salah satu kejadian ajaib di akhir tahun yang pengen selalu di-rewind biar gw selalu senang. walaupun senang, ada beberapa hal yang malah bikin gw worried, masa lalu gw sama dia ga akan pernah bisa lepas dari ingatan. yaah, ini salah satu alasan buat gw ga gitu aja ngbiarin dia masuk ke hidup gw lagi, ketakutan gw yang mendasarinya.
gw teramat takut kejadian masa lalu keulang, karena sekarang dan waktu kedepan adalah pijakan terpenting gw buat menuju masa depan

cinta masa lalu mungkin bisa menjadi cinta di kala depan, tapi proses di dalamnya lah yang menjadi rumit. harus siap dengan segala kerikil atau batu sumur atau beling sekalipun.
inilah pilihan, sesuatu yang kita inginkan tapi tidak ada campur tangan kita di kemudian waktu

hal lainnya review tahun ini, gw ketemu sama orang yang salah (tapi tetep gw kangenin) cuma sekali!
sedih banget rasanya, semua berubah gara-gara keputusan dia. biarlah, kalo pilihannya itu membuat dia lebih bahagia, gw rela banget ngorbanin ego, toh ga ada yang salah ngebiarin kebahagiaan banyak orang.

sebenarnya udah banyak janji buat ketemu, tapi karna Allah belum ngasih izin ketemu, gagal terus. kalo tiap kangen dibayar 10ribu, entah berapa milyar yang udah bisa gw cairin.
dilema juga kalo sama itu orang. satu sisi gw mau dia hidup bahagia dengan keluarga barunya, tapi juga gw tetap mau ketemu dia dengan konsekuensi berarti gw udah nyakitin perasaan beberapa orang.

ini cuma renungan, celotehan gw tentang beberapa hal.

tahun ini bakal berakhir, tapi pasti tahun mendatang lebih banyak hal yang ga terduga!

HAPPY NEW YEAR ALL :D
Read More..

Wednesday, December 1, 2010

Dont wanna expect, just let it be :)

Now, it's december 1st. I dont really expect anything.

Thing I wanna be real is just make my parent meet kodok (again!) After so long time no see.

It will also be an evidence that kodok makes all his saying real!
Oh, I cant really imagine what happen when that time comes!!

Kodok, some things are not so important for me about all our differences, I just want u to know that:
I give u one more chance, if u fail or hurt me, I will never wanna know u! Read More..

Sunday, November 28, 2010

strukturalisme

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemikiran-pemikiran para filsuf di masa lalu menarik untuk dibahas dan dipahami secara mendalam. Hal ini dilakukan karena pemikiran mereka banyak menjadi dasar dalam kehidupan. Seperti halnya strukturalisme, pemikiran-pemikiran dari teori ini sering dikaitkan dengan budaya.
Strukturalisme menjadi dasar pemikiran pokok juga dalam hal linguistik, pada saat itu, linguistik menjadi sangat berkembang. Strukturalisme populer karena berdasar pada bahasa dan interaksi manusia terhadap lingkungan.


B. Tujuan
Untuk mengetahui secara mendalam tentang strukturalisme, mulai dari pengertian, sejarah dan perkembangan, tokoh dan juga kaitannya dengan ilmu kebudayaan, sehingga mahasiswa menjadi lebih paham mengenai strukturalisme.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040). Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996: 1040)

B. Sejarah dan Perkembangan
Strukturalisme begitu berpengaruh pada pemikiran di kalangan ilmuwan sosial di tahun 1960-an, terutama di Perancis. Era strukturalisme ini muncul setelah era eksistensialisme yang marak setelah Perang Dunia II. Strukturalisme melakukan beberapa kritik terhadap eksistensialisme dan juga pemikiran fenomenologi. Strukturalisme dianggap menghancurkan posisi manusia sebagai peran utama dalam memandang dan membentuk dunia.
Strukturalisme berkembang pesat di Perancis dengan tokoh-tokoh utama selain Claude Levi-Strauss, yaitu Micheal Foucault, J. Lacan, dan R. Barthes. Aliran ini muncul ketika filsafat eksistensialisme mulai pudar. Masyarakat yang semakin kaya dan dikendalikan oleh berbagai bentuk struktur ilmiah-tekno-ekonomis mapan dan terkomputerisasi memudarkan aliran humanisme romantis eksistensialis yang berkisar pada subyek otonom, daya cipta perorangan, penciptaan makna, dan pilihan proyek masa depan serta dunia bersama sebagai tempat tinggal yang manusiawi. Usaha eksistensialisme untuk mengubah dan memperbaiki keadaan tersebut tidak berdaya dihadapkan pada kenyataan-kenyataan struktur yang makin kuat yang mengutamakan kemantapan dan keseimbangan struktural daripada dinamika kreatif dari si subyek. Dengan diilhami oleh Marx dan Freud, para strukturalis menyangsikan istilah-istilah kaya kunci eksistensialis seperti, "manusia", "kesadaran intensional", "subyek", "kebebasan", "otonomi" dan menggantinya dengan istilah-istilah mereka, yaitu: "ketidaksadaran", "struktur", "diskursus", "penanda" dan "pertanda".
Meskipun banyak pertentangan antara eksistensialisme dan strukturalisme tapi ada juga yang saling melengkapi. Dalam pandangan strukturalis manusia terjebak dalam suatu struktur budaya yang dijalinnya sendiri. Ketika manusia lahir ia sudah ada dalam suatu struktur, ia memiliki peran, meskipun kemudian ia mampu memilih atau membuat sendiri sebuah struktur, tapi ia kembali akan terjebak di dalamnya. Pandangan ini mirip dengan faktisitasnya Heidegger dimana manusia terlempar ke dunia tanpa bisa dirundingkan lebih dulu. Perbedaannya faktisitas mengandaikan adanya kebebasan yang menegaskan eksistensialitas manusia. Sedangkan keterjebakkan manusia dalam jaring-jaring struktur mengandaikan hilangnya unsur subyek dan obyek, semua hanyalah bagian dari tenunan struktur. Strukturalisme begitu berpengaruh pada pemikiran di kalangan ilmuwan sosial di tahun 1960-an, terutama di Perancis. Era strukturalisme ini muncul setelah era eksistensialisme yang marak setelah Perang Dunia II. Strukturalisme melakukan beberapa kritik terhadap eksistensialisme dan juga pemikiran fenomenologi. Strukturalisme dianggap menghancurkan posisi manusia sebagai peran utama dalam memandang dan membentuk dunia.

C. Tokoh
Seiring dengan perkembangan ilmu, terdapat beberapa tokoh strukturalisme, antara lain :
1. Levi-Strauss
Sebelum membicarakan teori strukturalisme Levi-Strauss, akan lebih baik jika kita membicarakan sejarah hidup Levi-Strauss secara singkat. Hal ini penting mengingat perjalanan hidup penggagas teori antropologi struktural ini sangat dinamis. Latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan tentunya pola pikirnya sangat menentukan dalam apa yang dicetuskan dalam teori strukturalnya.
Selain itu, yang juga sangat menentukan dalam pandangan-pandangan Levi-Strauss adalah hubungannya dengan para pakar berbagai bidang di Brazil, Perancis maupun saat ia berada di New York. Pertemuannya dengan para pakar dari berbagai bidang ilmu itu telah melahirkan berbagai konsep yang sangat penting dalam membentuk teori budaya yang sangat unik itu. Dikatakan sangat unik karena memang belum terpikirkan oleh para pakar di bidang antropolgi sebelumnya.
Levi-Strauss dilahirkan pada 28 November 1905 di Brussles, Belgia. Ia adalah keturunan Yahudi. Ayahnya bernama Raymond Levi-Strauss seorang artis dan juga anttota keluarga intelektual Yahudi Perancis (Intelectual French Jewish familily). Sedangkan ibunya bernama Emma Levy.
Minat utama Levi-Strauss sebenarnya adalah ilmu hukum. Ia mempelajari hukum di fakultas hukum Paris pada tahun 1927. Di tahun yang sama ia juga mempelajari filsafat di universitas Sorbonne. Ia pernah sukses dalam bidang hukum ketika ia telah mendapatkan lisensi dalam bidang hukum. Penguasaan dalam bidang hukum mengenai aliran-aliran filsafat materialisme historis ini turut mendorong kesuksesannya dalam bidang antropologi.
Hal yang paling penting dan sangat berpengaruh terhadap loyalitasnya di bidang antropologi adalah ketika ia membaca buku Primitive Society yang ditulis oleh Robert Lowie. Buku itu cukup mengesankan bagi Levi-Strauss dan mendorongnya untuk mengadakan beberapa studi mengenai masyarakat primitif. Bahkan ia menjadi bosan mengajar di Mont de-Marsan lycee dan berkeinginan untuk mengadakan perjalanan keliling dunia.
Levi-Strauss menciptakan suatu teori yang memusatkan pada struktur linguistik (Ritzer, 2004 : 603). Teori ini sebenarnya lebih terkenal sebagai teori Antropologi, tetapi dalam perkembangannya juga dimasukkan dalam teori Sosiologi. Strukturalisme memberikan perspektif baru dalam memandang fenomena budaya. Hal-hal yang tadinya dianggap sederhana dan tidak penting, justru memiliki peran yang sangat penting dalam menemukan dan memahami gejala sosial budaya, misalnya adalah bagaimana kita mungkin bisa memahami suatu fenomena sosial dengan menggunakan analisis sebagaimana para ahli Linguistik memahami bahasa.
Bahasa memiliki tempat yang istimewa dalam ilmu sosial. Sebagai alat berkomunikasi, bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kebudayaan manusia. Oleh karena itu wajar jika untuk mengungkap persoalan budaya dapat dilakukan melalui atau mencontoh metode bahasa (ilmu bahasa). Marcel Mauss (dalam Allen Lane, 1968) menuliskan bahwa:
“Sociology would certainly have progressed much further if it had everywhere followed the lead of the linguists……”.
Maksudya Sosiologi akan semakin berkembang jika diinspirasi oleh para ahli bahasa dalam memahami gejala sosial. Salah satu ilmuwan sosial yang menggunakan cara bagaimana memahami bahasa dalam menjelaskan fenomena sosial adalah Levi-Strauss.
Levi-Strauss melakukan konseptualisasi ulang di bidang Antropologi dengan sebutan "tiga nyonya" yaitu geologi, psikoanalisis, dan Marxisme untuk membantu membentuk tren dalam ilmu-ilmu sosial dan teori sastra, dan dipengaruhi oleh intelektualisme seperti Michel Foucault dan Jacques Derrida. Lahir di Belgia, Levi-Strauss belajar filsafat di universitas Sorbonne, Paris dan mengajar Sosiologi di Brasilia pada 1930-an. Teori-teorinya didasarkan hasil penelitannya di belantara Amazone di Brasilia. Sebagian besar teorinya dibangun selama 3 tahun ketika menghabiskan waktu bersama suku Indian di pedalaman Brasil.
Pergumulan antara ilmu sosial dan ilmu bahasa telah melahirkan perspektif baru yang membuka jalan bagi perkembangan kedua bidang ilmu tersebut. Ilmu bahasa semakin berkembang berkat penemuan-penemuan dalam bidang Antropologi, demikian juga yang terjadi pada ilmu sosial atau Antropologi yang perkembangannya banyak dipengaruhi oleh para ahli bidang linguistik. Proses inilah yang kemudian melahirkan teori Strukturalisme Levi-Strauss itu.

2. Ferdinand de Saussure
Beliau banyak disebut orang sebagai bapak strukturalisme, walaupun bukan orang pertama yang mengungkapkan strukturalisme.Banyak hal yang menunjukkan Ferdinand de Saussure adalah bapak strukturalisme. Selain ia sebagai bapak strukturalisme ia juga sebagai bapak linguistik yang ditunjukkan dengan mengadakan perubahan besar-besaran di bidang lingustik. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. Ia mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu bahasa, juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap. Menurutnya ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa. De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya. Bahasa hanyalah yang paling penting dari sistem-sistem ini. Jadi kita dapat menanamkan benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan; ia akan menjadi bagian dari psikologi umum, yang nantinya dinamakan oleh de Saussure sebagai semiologi. Ilmu ini akan mengajarkan kepada kita, terdiri dari apa saja tanda-tanda itu, kaidah mana yang mengaturnya. Karena ilmu ini belum ada, maka kita belum dapat mengatakan bagaimana ilmu ini, tetapi ia berhak hadir, tempatnya telah ditentukan lebih dahulu. Linguistik hanyalah sebagian dari ilmu umum itu, kaidah-kaidah yang digunakan dalam semiologi akan dapat digunakan dalam linguistik dan dengan demikian linguistik akan terikat pada suatu bidang tertentu dalam keseluruhan fakta manusia.
Gagasan yang paling mendasar dari de Saussure adalah sebagai berikut:
1) Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak hanya dapat dilakukan secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga secara sinkronis (penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang sezaman)
2) Langue dan parole: langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah, telah menjadi milik masyarakat, dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual.
3) Sintagmatik dan Paradikmatik (asosiatif): sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang berurutan (struktur) dan paradikmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).
Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier) dan petanda (signified). Menurutnya setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan yaitu penanda (imaji bunyi) dan petanda (konsep). Sebagai contoh kalau kita mendengan kata rumah langsung tergambar dalam pikiran kita konsep rumah.





3. Pierre Bourdieu
Bourdieu pada awalnya menghasilkan karya-karya yang memaparkan sejumlah pengaruh teoritis, termasuk fungsionalisme, strukturalisme dan eksistensialisme, terutama pengaruh Jean Paul Sartre dan Louis Althusser.
Pada tahun 60an ia mulai mengolah pandangan-pandangan tersebut dan membangun suatu teori tentang model masyarakat. Gabungan antara pendekatan teori obyektivis dan teori subyektivis sosial yang dituangkan dalam buku yang berjudul ”outline of a theory of practice” dimana didalamnya ia memiliki posisi yang unik karena berusaha mensintesakan kedua pendekatan metodologi dan epistemologi tersebut.
Dalam karyanya ini ia menyerang pemahaman kaum strukturalis yang menciptakan obyektivisme yang menyimpang dengan memposisikan ilmuwan sosial sebagai pengamat. Menurutnya pemahaman ini mengabaikan peran pelaku dan tindakan-tindakan praktis dalam kehidupan sosial. Kelebihan Bourdieu adalah menghasilkan cara pandang dan metode baru yang mengatasi berbegai pertentangan di antara penjelasan-penjelasan sebelumnya. Pemikirannya bukan hanya menjawab pertanyaan tentang asal usul dan seluk beluk masyarakat tetapi lebih pada menjawab persoalan-persoalan baru yang diturunkan dari pemikiran-pemikiran terdahulu.
Terdapat 3 konsep penting dalam pemikiran Bourdieu yaitu Habitus, Field dan Modal. Berikut ini akan dibahas ketiga konsep tersebut dan akan dijelaskan interaksi ketiga konsep ini dalam masyarakat. Habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Setiap aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya.
Secara dialektis habitus adalah ”produk internalisasi struktur” dunia sosial. Atau dengan kata lain habitus dilihat sebagai ”struktur sosial yang diinternalisasikan yang diwujudkan”. Habitus mencerminkan pembagian obyektif dalam struktur kelas seperti umur, jenis kelamin, kelompok dan kelas sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial diduduki. Habitus berbeda-beda pada setiap orang tergantung pada wujud posisi seseorang dalam kehidupan sosial; tidak setiap orang sama kebiasaannya; orang yang menduduki posisi yang sama dalam kehidupan sosial, cenderung mempunyai kebiasaan yang sama. Habitus lebih didasarkan pada keputusan impulsif, dimana seorang individu bereaksi secara efisien dalam semua aspek kehidupan. Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Disatu pihak habitus adalah struktur yang menstruktur artinya habitus adalah sebuah struktur yang menstruktur kehidupan sosial. Dilain pihak habitus adalah struktur yang terstruktur, yaitu habitus adalah struktur yang distruktur oleh dunia sosial.
Habitus menjadi konsep penting baginya dalam mendamaikan ide tentang struktur dengan ide tentang praktek. Ia berusaha mengkonsepkan kebiasaan dalam berbagai cara, yaitu:
• Sebagai kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak dalam cara-cara yang khusus (gaya hidup)
• Sebagai motivasi, preferensi, cita rasa atau perasaan (emosi)
• Sebagai perilaku yang mendarah daging
• Sebagai suatu pandangan tentang dunia (kosmologi)
• Sebagai keterampilan dan kemampuan sosial praktis
• Sebagai aspirasi dan harapan berkaitan dengan perubahan hidup dan jenjang karier.
Habitus membekali seseorang dengan hasrat. Motivasi, pengetahuan, keterampilan, rutinitas dan strategi untuk memproduksi status yang lebih rendah. Bagi Bourdieu, keluarga dan sekolah merupakan lembaga penting dalam membentuk kebiasaan yang berbeda.
Field bagi Bourdieu lebih bersifat relasional ketimbang struktural. Field adalah jaringan hubungan antar posisi obyektif di dalamnya. Keberadaan hubungan ini terlepas dari kesadaran dan kemauan individu. Field bukanlah interaksi atau ikatan lingkungan bukanlah intersubyektif antara individu. Penghubung posisi mungkin agen individual atau lembaga, dan penghubung posisi ini dikendalikan oleh struktur lingkungan. Bourdieu melihat field sebagai sebuah arena pertarungan. Struktur Field lah yang menyiapkan dan membimbing strategi yang digunakan penghuni posisi tertentu yang mencoba melindungi atau meningkatkan posisi mereka untuk memaksakan prinsip penjenjangan sosial yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri. Field adalah sejenis pasar kompetisi dimana berbagai jenis modal (ekonomi, kultur, sosial, simbolik) digunakan dan disebarkan. Lingkungan adalah lingkungan politik (kekuasaan) yang sangat penting; hirarki hubungan kekuasaan di dalam lingkungan politik membantu menata semua lingkungan yang lain.
Bourdieu menyusun 3 langkah proses untuk menganalisa lingkungan, pertama, menggambarkan keutamaan lingkungan kekuasaan (politik). Langkah kedua, menggambarkan struktur obyektif hubungan antar berbagai posisi di dalam lingkungan tertentu, ketiga, analis harus mencoba menetukan ciri-ciri kebiasaan agen yang menempati berbagai tipe posisi di dalam lingkungan.
Dengan kata lain, Field adalah wilayah kehidupan sosial, seperti seni, industri, hukum, pengobatan, politik dan lain sebagainya, dimana para pelakunya berusaha untuk memperoleh kekuasaan dan status.
Bourdieu menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena modal lah yang memungkinkan orang untuk mengendalikan nasibnya sendiri maupun nasib orang lain.

D. Strukturalisme dan Ilmu-Ilmu Kebudayaan
Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang idealistik karena strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa. Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta diakronis dan sinkronis. Semua realitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.
Modal budaya memiliki beberapa dimensi, yaitu:
• Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya
• Cita rasa budaya (cultural taste) dan preferensi
• Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelas-gelar universitas)
• Kemampuan-kemampuan budayawi dan pengetahuan praktis.
• Kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat perbedaan antara yang baik dan buruk.
Dalam memahami kebudayaan kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. de Saussure merumuskan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting dalam memahami kebudayaan, yaitu:
1. Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (significant/signifier, penanda) dan yang ditandai (signifié/signified, petanda). Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1) artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara mendadak, dan (3) pita suara yang tidak bergetar.
2. Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure adalah tidak adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai nomenclature. Untuk memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang digunakan dan cara kedua karena merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur realitas obyektif diberikan signifikasi atau kebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.
3. Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa, menurut Saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue pada individu. Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi tidak akan berlangsung secara lancar.

Kekerabatan diperlakukan oleh Levi-Strauss sebagai bahasa, dasar pemikirannya adalah bahwa aturan-aturan yang diikuti oleh suku-suku bangsa primitif dalam bidang kekerabatan dan perkawinan adalah merupakan suatu sistem. Sistem-sistem tersebut terdiri atas relasi-relasi dan oposisi-oposisi seperti suami>< malam, hitam >< putih, laki-laki >< perempuan.
• Sebagaimana orang menerapkan hukum-hukum bahasa tanpa sadar, demikianpula orang menjalankan hukum-hukum dalam hidup sosial-kemasyarakatan tanpa sadar.

Gagasan kebudayaan, baik sebagai sistem kognitif maupun sebagai sistem struktural, bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa strukturalisme terkait erat dengan antropologi dan penggunaan bahasa. Hal ini dikarenakan tokoh yang mempelopori strukturalisme adalah Levi Strauss dan de Saussure. Levi Strauss jelas memiliki latar belakang dalam bidang antropologi, sehingga teorinya tentang strukturalisme lebih mengarah pada kebudayaan yang berakar pada pertukaran, yaitu pernikahan pria-wanita yang berasal dari klan yang berbeda. Lalu, Levi-Strauss juga menganggap incest sebagai suatu larangan positif karena mencegah manusia dari mendapat keturunan yang buruk.
De Saussure muncul sebagai Bapak Strukturalisme karena gagasannya tentang strukturalisme yang terkait erat dengan bahasa. Ia mengelompokkan tanda bahasa (symbol) ke dalam Penanda dan Petanda. Keduanya akan saling terkait karena tidak mungkin imaji sutu benda akan terkait dengan konsepnya itu sendiri.
Banyaknya kekurangan dalam strukturalisme menjadi pemikiran Pierre Bourdieu. Ia menganalisa subyektivisme dalam strukturalisme dan pengabaian peran pelaku dan tindakan praktis dari strukturalisme itu sendiri. Untuk itu Bourdieu mengelompokan 3 hal dalam menganalisa tindakan masyarakat, yaitu habitus, field dan modal. Ketiga hal tersebut cenderung membuat manusia hidupnya terarah pada kekayaan harta.
Asumsi-asumsi dari para filsuf telah membuat teori strukturalisme menjadi sangat dekat dengan kebudayaan dan linguistik. Sehingga strukturalisme cenderung mengatur tentang lingkungan dan interaksi berbahasa.

B. Saran
Hingga saat ini sepertinya teori strukturalisme tidak pernah dikembangkan lagi. Padahal masih banyak kekurangan yang harus dilengkapi untuk membuat perubahan lainnya. Terlebih di Indonesia, teori strukturalisme dijadikan pedoman untuk mengolah kekayaan Negara, dan sering diselewengkan menjadi kekayaan pribadi. Untuk itu, seharusnya ada lembaga atau seseorang yang benar-benar mampu mengelola kekayaan Negara untuk rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. 2005. Analisis Struktural Lévi-Strauss Terhadap Tiga Lakon Karya Arthur S. Nalan : Kajian Transformasi Tokoh dalam Rajah Air, Kawin Bedil dan Sobrat. Tesis Pascasarjana Antropologi. Universitas Gadjah Mada.
Ahimsa-Putra, H.S. 1984. “Strukturalisme Lévi-Strauss : Sebuah Tanggapan”. Basis XXXIII (4) : 122-135.
Ahimsa-Putra, Shri, H., 2006, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra, kepel Press, Yogyakarta.
Bagus, Loren. 1996.”Kamus Filsafat”. Jakarta: Pustakan Gramedia
Harker, Richard, Cheelen Mahar, Chris Wilkes. 2005.”(Habitus x Modal) + Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu”. Yogyakarta: Jalasutra
Lechte, John. 2001.”50 Filusuf Kontmporer: Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas”. Yogyakarta: Kanisius
Strauss, Levi, Claude, 1958, Anthropologie Structurale (Terj. Antropologi Struktural, 2007), Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Sutrisno, Mudji, Hendar Putranto. 2006.” Teori-teori Kebudayaan”. Yogyakarta: Kanisius
Wibowo, Arif. 2008. Strukturalisme dan Implikasinya. (http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/10/08/strukturalisme-dan-implikasinya/, diakses pada 3 November 2010)


Read More..

Friday, July 30, 2010

makalah bahasa Indonesia: analisis makna polisemi pada KBBI abjad T-Z

1. Pendahuluan
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Sifat atau ciri dari bahasa itu sendiri antara lain, bahasa itu adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis, bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.
Menurut Hockett, seorang tokoh strukturalis, bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedangkan subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Subsistem semantik bersifat periferal karena, makna yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis).
Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna ini menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik lainnya. Itu dikarenakan orang mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut untuk menyampaikan makna-makna yang ada pada lambang tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa, dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu.
Kata semantik dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Yunani, yaitu sema (kata benda), yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Tanda atau lambang menurut Ferdinand de Saussure, terdiri dari komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dlambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa, fonologi, gramatika, dan semantik.
Dalam analisis semantik harus juga disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan menganalisis bahasa lain.
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redudansi), dan sebagainya. Tetapi yang akan dibahas lebih lanjut dan mendalam di dalam makalah ini adalah polisemi.

2. Kajian Teori
Dari sekian banyak relasi makna yang terdapat dalam bahasa Indonesia, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah relasi makna polisemi. Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu, karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Contoh:
• Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah SMP Kroto Emas. (Kepala bermakna pemimpin).
• Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (Kepala berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
• Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada Ki Joko Cempreng. (Kepala berarti individu).
• Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop eee pc yang baru dibelinya di mangga satu. (Kepala berarti bagian dari surat).

Dalam kasus polisemi ini, biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah makna sebenarnya, makna leksikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya. Sedangkan yang lainnya adalah makna-makna yang dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
Makna-makna yang banyak dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, karena dijabarkan dari komponen makna yang ada pada makna asal tersebut. Makna-makna yang bukan makna asal dari sebuah kata bukanlah makna leksikalnya sebab tidak merujuk kepada referen dari kata itu.
Perbedaan polisemi dengan homonimi, yaitu homonimi bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonimi ini bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, di dalam kamus bentuk-bentuk yang homonimi didaftarkan sebagai entri-entri yang berbeda. Sebaliknya, bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Lalu, karena polisemi ini adalah sebuah kata maka d dalam kamus didaftarkan sebagai sebuah entri. Ada satu lagi perbedaan antara homonimi dan polisemi, yaitu makna-makna pada bentuk-bentuk homonimi tidak ada kaitan atau hubungannya sama sekali antara yang satu dengan yang lain. Makna pada kata berpolisemi masih ada hubungannya karena memang dikembangkan dari komponen-komponen makna kata-kata tersebut.





3. Pembahasan
Setelah membahas teori-teori yang berkaitan dengan polisemi, selanjutnya adalah pembahasan tentang deskripsi data dan analisis dari data-data yang saya temukan.
 Deskripsi Data
Berikut ini adalah kata-kata yang mengandung polisemi dari alfabhet t-z :
No. Kata yang Berpolisemi Contoh Kalimat
1. Taat :
1. Senantiasa tunduk [Kepada Tuhan, pemerintah, dsb]; patuh.
2. Tidak berlaku curang; setia.
3. Saleh; kuat beribadah.
1. Nabi Muhammad SAW, menyeru manusia supaya mengenal Allah dan taat kepada-Nya.
2. Ia adalah seorang istri yang taat.
3. Jadilah anda seorang muslim yang taat.
2. Tadi :
1. Waktu yang belum lama berlalu; baru saja.
2. Saat yang baru saja lalu.
3. Yang baru lalu.
1. Tadi ia duduk disini bersama dengan ibu.
2. Sejak tadi ia sudah kuperingatkan.
3. Siang tadi, aku melihatnya duduk sendirian di taman.
3. Tahan :
1. Tetap keadaannya [kedudukannya, dsb] meskipun mengalami berbagai-bagai hal; tidak lekas rusak [berubah, kalah, luntur, dsb].
2. Kuat atau sanggup menderita [menanggung] sesuatu.
3. Dapat menyabarkan [menguasai] diri; betah.
4. Sanggup dan tidak lekas merasa jijik [kasihan, dsb].
5. Cukup [sampai atau hingga].
1. Kayu seperti ini tidak tahan terkena panas matahari.
2. Seorang petapa harus tahan lapar dan tahan menderita
3. Ia tidak tahan tinggal di asrama
4. Dia tidak tahan melihat mayat korban pembunuhan itu.
5. Persediaan air hanya tahan untuk lima hari.
4. Tajam :
1. Bermata tipis, halus, dan mudah mengiris, melukai, dsb [tentang pisau, pedang, dsb].
2. Runcing; berujung lancip.
3. Lekas dapat melakukan sesuatu [melihat, mendengar, mencium bau, merasa, dsb].
4. Kelihatan galak [tentang pandangan].
5. Pedas atau keras [tentang perkataan, kritik, dsb].
6. Mudah menangkap atau mengerti [tentang akal, pikiran, dsb].
7. Mudah dapat melukai atau menyakiti.
8. [Sangat] nyata, jelas, dsb.
9. Cerdas [tentang pikirannya].
1. Pisau cukur yang dibeli ayah sangat tajam.
2. Mobilnya berbelok begitu cepat di sudut yang sangat tajam.
3. Kucing itu sangat tajam penglihatannya.
4. Matanya memandang dengan tajamnya.
5. Baru saja ia mendapat kritikan yang sangat tajam dari temannya.
6. Otaknya kurang tajam dalam menerima pelajaran matematika.
7. Air sabun ini tajam benar, barangkali banyak sodanya.
8. Telah terdapat perbedaan pendapat yang tajam antara mereka.
9. Pikirannya tajam terhadap masalah pendidikan.
5. Takut :
1. Merasa gentar [ngeri] menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana.
2. Takwa; segan dan hormat.
3. Tidak berani [berbuat, menempuh, menderita, dsb].
4. Gelisah; khawatir (kalau....)
1. Anjing itu jinak, engkau tidak perlu takut.
2. Hendaklah kita takut kepada Allah SWT.
3. Hari sudah malam, aku takut pulang sendiri.
4. Takut terjadi apa-apa, apabila ia pergi sendirian.
6. Teduh :
1. Reda [tentang angin ribut, ombak]; berhenti ]tentang hujan].
2. Terlindung atau tidak kena panas matahari; lindap.
3. Tidak turun hujan [tentang hari]; redup atau tidak memancarkan sinar yang terik [tentang matahari].
4. Tenang; aman.
1. Mereka bersenda gurau sambil menanti hujan teduh.
2. Setelah bermain-main, anak-anak beristirahat di tempat yang teduh.
3. Sudah beberapa hari ini, matahari sangat teduh.
4. Samudera Pasifik, termasuk lautan yang teduh.
7. Ujung :
1. Bagian penghabisan dari suatu benda [yang panjang].
2. Bagian barang yang diruncingkan [lancip, tajam, dsb].
3. Bagian darat yang menjorok [jauh] ke laut.
4. [Bagian] akhir [pembicaraan, percakapan, tahun, dsb].
5. Maksud dan tujuan [perkataan, dsb].
1. Serangga itu merusakkan ujung akar anggrek.
2. Ada bekas noda cat di ujung hidungnya.
3. Rumahnya sangat dekat dengan ujung laut.
4. Gajinya tidak cukup sampai ke ujung bulan.
5. Saya maklum akan ujung perkatannya itu.
8. Ulet :
1. Liat; kuat [tidak mudah putus, tidak getas].
2. Tidak mudah putus asa yang disertai kemauan keras dalam berusaha mencapai tjuan dan cita-cita.
1. Talinya sangat ulet, terbuat dari kulit waru.
2. Musuhnya ulet, perlu dilawan dengan senjata yang ampuh.
9. Untung :
1. Sesuatu [keadaan] yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Mahakuasa bagi perjalanan hidup seseorang; nasib.
2. Mujur; bahagia.
3. Laba yang diperoleh dalam berdagang, dsb.
4. Guna; manfaat; faedah.
1. Kalau ada untung di badan, bolehlah kita bertemu lagi
2. Untunglah saat-saat demikian mereka dapat menyelamatkan diri.
3. Kita bukan pedagang yang dapat membeli sayur di desa dan menjualnya dengan untung besar di kota.
4. Apa untungnya menakut-nakuti orang.
10. Vakum :
1. Hampa udara.
2. Kosong [tidak ada petugasnya, pejabatnya, dsb].
1. Supaya benda yang akan ditaruh di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruang itu harus vakum.
2. Supaya tidak vakum, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sehari-hari sampai terbentuk pengurus baru.
11. Ventilasi :
1. Pertukaran udara; perputaran udara secara bebas di ruangan.
2. [Lubang] tempat udara dapat keluar masuk secara bebas.
1. Rumah sehat, adalah rumah yang cukup ventilasi dan cahaya.
2. Antara dinding dan atap terdapat jeruji besi sebagai ventilasi.
12. Wajah :
1. Bagian depan dari kepala; roman muka; muka.
2. Tokoh [pemain, dsb].
3. Apa-apa yang tampak lebih dulu.
4. Gambaran; corak.
1. Ketika aku datang, tampak wajah ibunya berseri-seri.
2. Belakangan ini, wajah artis baru sering menghiasi layar kaca.
3. Jakarta adalah wajah Indonesia.
4. Wajah remaja sekarang tidak menggembirakan, apalagi dengan banyak yang terlibat penggunaan obat terlarang.
13. Wakil :
1. Orang yang dkuasakan menggantikan orang lain.
2. Orang yang dipilih sebagai utusan negara; duta.
3. Orang yang menguruskan perdagangan, dsb untuk orang lain.
4. Jabatan yang kedua setelah yang tersebut di dalamnya.
1. Paman bertindak sebagai wakil ayah di persidangan itu.
2. Dia merupakan salah seorang wakil Indonesia di perebutan Piala Thomas.
3. Ia sebagai wakil tunggal di kotanya.
4. Sekarang ini ia menjabat sebagai wakil ketua OSIS.
14. Ya :
1. Kata untuk menyatakan setuju [ membenarkan, dsb].
2. Kata untuk memastikan, menegaskan bertanya (..... bukan).
3. Tah; gerangan.
4. Kata untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan.
1. Ya baiklah, saya datang nanti sore.
2. Ia pacarmu ya?
3. Siapa ya yang hendak ke pasar?
4. Besok datang ya, jangan lupa.
15. Yakin :
1. Percaya [Tahu, mengerti] sungguh-sungguh; [merasa] pasti [tentu, tidak salah lagi].
2. Sungguh; sungguh-sungguh.
1. Hakim yakin akan kesalahan terdakwa itu.
2. Yakin bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani sumpah.


 Analisis Data
 Taat :
1. Senantiasa tunduk [Kepada Tuhan, pemerintah, dsb]; patuh.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Nabi Muhammad SAW, menyeru manusia supaya mengenal Allah dan taat kepada-Nya.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat makna kata taat secara jelas. Di dalam kalimat tersebut, Nabi Muhammad SAW menyerukan kepada manusia agar senantiasa tunduk dan patuh. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Tidak berlaku curang; setia.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Ia adalah seorang istri yang taat.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa sang istri setia kepada suaminya dan tidak berlaku curang. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
3. Saleh; kuat beribadah.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu:
Jadilah anda seorang muslim yang taat.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa seorang muslim haruslah saleh dan kuat beribadah. Dengan demikian, makna kata taat diatas, termasuk ke dalam polisemi.
 Tadi
1. Waktu yang belum lama berlalu; baru saja.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Tadi ia duduk disini bersama dengan ibu.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa baru saja ia duduk bersama dengan ibu. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Saat yang baru saja lalu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Sejak tadi ia sudah kuperingatkan.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa ia baru saja diperingatkan. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
3. Yang baru lalu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Siang tadi, aku melihatnya duduk sendirian di taman.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa baru saja beberapa saat yang lalu, ia duduk di taman sendirian. Dengan demikian, makna kata tadi di atas, termasuk ke dalam polisemi.
 Ulet
1. Liat; kuat [tidak mudah putus, tidak getas].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Talinya sangat ulet, terbuat dari kulit waru.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa talinya sangat kuat, karena terbuat dari kulit waru. Dengan demikian, makna kata ulet di atas, termasuk ke dalam polisemi.
2. Tidak mudah putus asa yang disertai kemauan keras dalam berusaha mencapai tjuan dan cita-cita.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Musuhnya ulet, perlu dilawan dengan senjata yang ampuh
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa sikap tidak mudah putus asa, harus dilawan dengan senjata yang ampuh. Dengan demikian, kata ulet di atas, termasuk ke dalam polisemi.
 Vakum
1. Hampa udara.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Supaya benda yang akan ditaruh di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruang itu harus vakum.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa supaya benda di ruang bola kaca itu tidak cepat rusak, ruangannya harus yang hampa udara. Dengan demikian, kata vakum di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Kosong [tidak ada petugasnya, pejabatnya, dsb].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Supaya tidak vakum, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sehari-hari sampai terbentuk pengurus baru.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa supaya tidak terjadi kekosongan, pengurus lama tetap menjalankan tugasnya sampai ada pengurus yang baru. Dengan demikian, kata vakum di atas termasuk ke dalam polisemi.
 Wajah
1. Bagian depan dari kepala; roman muka; muka.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Ketika aku datang, tampak wajah ibunya berseri-seri.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat bahwa roman muka ibu ketika aku datang, tampak berseri-seri. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Tokoh [pemain, dsb].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Belakangan ini, wajah artis baru sering menghiasi layar kaca.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat bahwa tokoh artis baru belakangan ini sering muncul di layar kaca. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
3. Apa-apa yang tampak lebih dulu.
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Jakarta adalah wajah Indonesia.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa Jakarta adalah yang tampak terlebih dahulu dari Indonesia, maka dari itu Jakarta disebut sebagai wajah Indonesia. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
4. Gambaran; corak
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Wajah remaja sekarang tidak menggembirakan, apalagi dengan banyak yang terlibat penggunaan obat terlarang.
Dari contoh kalimat tersebut, dapat terlihat maknanya bahwa gambaran remaja sekarang tidak menggembirakan, terlebih lagi tidak sedikit remaja yang menggunakan obat terlarang. Dengan demikian, kata wajah di atas termasuk ke dalam polisemi.
 Yakin
1. Percaya [Tahu, mengerti] sungguh-sungguh; [merasa] pasti [tentu, tidak salah lagi].
Contoh penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Hakim yakin akan kesalahan terdakwa itu.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat maknanya bahwa hakim percaya kalau terdakwa tersebut bersalah. Dengan demikian, kata yakin di atas termasuk ke dalam polisemi.
2. Sungguh; sungguh-sungguh.
Contoh dari penerapannya di dalam kalimat, yaitu :
Yakin bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani sumpah.
Dari contoh kalimat di atas, dapat terlihat maknanya bahwa sungguh-sungguh bukan dia yang mengambilnya. Dengan demikian, kata yakin di atas termasuk ke dalam polisemi.

4. Kesimpulan
Dari data-data yang saya peroleh, dapat disimpulkan bahwa kata-kata seperti taat, tadi, tahan, tajam, takut, teduh, ujung, ulet, untung, vakum, ventilasi, wajah, wakil, ya, dan yakin, semuanya adalah kata-kata yang berpolisemi. Kata-kata tersebut memiliki makna yang lebih dari satu, dan juga penggunaan kata-kata tersebut berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Http://ivanlanin.posterous.com/sinonim-antonim-homonim-homofo#ixzz0G959VvUF&A
www.google.com
Read More..

makalah bahasa Indonesia: makna semantik

BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.
Lalu apakah pengertian dari makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna? Menurut Mansoer Pateda (2001:79) bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Ada beberapa jenis makna, antara lain makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi, dan makna konotasi. Selain itu, ada juga yang disebut relasi makna yaitu Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.
Pada bagian selanjutnya dari makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian makna, jenis-jenis dari makna, dan relasi makna.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Makna
Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.


Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).

B. Jenis Makna

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan

Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah


2. Makna Denotasi dan Konotasi
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.

Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna tambahan
(denotasi) (konotasi)
merah : warna …………………… berani; dilarang
ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya

Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.

Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
 Konotasi positif - Konotasi negatif:
suami istri; laki bini
tunanetra; buta
pria; laki-laki
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

C. Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lain.

Masalah-masalah yang dibicarakan pada relasi makna :
1. Sinonim : hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Contoh : benar = betul.

Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan
sama persis adalah :
a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton

2. Antonim : hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.
Contoh : hidup x mati

Jenis antonim :
a. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
b. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
c. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
d. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara

3. Polisemi
Adalah kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh :
kata kepala :
1. Kepala yang berarti bagian tubuh yang bagian atas.
2. Kepala yang menyatakan pimpinan

4. Homonim
Adalah dua kata kebetulan bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.
Contoh :
Bisa :
1. Bisa yang berarti racun
2. Bisa yang berarti dapat atau mampu

5. Homofon
Adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan
ejaanya, dengan makna yang berbeda.
Contoh :
1. Bang : sebutan saudara laki-laki
2. Bank : tempat penyimpanan dan pengkreditan uang

6. Homograf
Adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda.
Contoh :
1. Apel : buah
2. Apél : rapat, pertemuan

7. Hiponim dan hipernim
Hiponim adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain. Hipernim adalah bagian dari hiponim.
Contoh :
Hiponim : buah-buahan
Hipernim dari buah-buahan misalnya anggur.

6. Ambiguiti / Ketaksaan
Adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal
yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat.

7. Redundansi
Adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk
ujaran.

D. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama. 
Contoh:
makna lama makna baru
bapak: orang tua laki-laki semua orang laki-laki yang lebih tua atau 
berkedudukan lebih tinggi.
saudara: anak yang sekandung semua orang yang sama umur/ derajat.

2. Penyempitan Makna (Spesialisasi)
Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/ sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
makna lama: makna baru:
sarjana : cendikiawan . lulusan perguruan tinggi
pendeta : orang yang berilmu guru Kristen
madrasah : sekolah sekolah agama Islam

3. Peninggian Makna (ameliorasi)
Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama: makna baru:
bung : panggilan kepada orang laki-laki panggilan kepada pemimpin
putra : anak laki-laki lebih tinggi daripada anak

4. Penurunan Makna (Peyorasi)
Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
makna lama: makna baru:
bini: perempuan yang sudah dinikahi lebih rendah daripada istri
bunting: mengandung lebih rendah dari kata hamil

5. Persamaan (asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan makna baru.
Contoh: 
makna lama: makna baru:
amplop : sampul surat uang sogok
bunga : kembang gadis cantik
Mencatut: mencabut dengan catut menarik keuntungan

6. Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan sebagainya.
Contoh:
suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)
rupanya manis (penglihat perasa)
namanya harum (pendengar pencium)




BAB III
PENUTUP

A.Simpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna. 
            Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).
B.Saran
Semantik merupakan cabang linguistik yang penting dipelajari. Dengan mempelajari semantik, kita akan tahu tentang makna-makna bahasa, karena semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.


 DAFTAR PUSTAKA

geocities.com/dicoba83/Semantik_files/semantik.pdf
http://cakrabuwana.files.wordpress.com/2008/09/rina-ekawati-bab-71.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Semantik
http://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/makna/http://library.usu.ac.id/download/fs/06001583.pdf
http://one.indoskripsi.com/node/3241

Read More..

emoticon chat facebook

facebook users is uncounted in all over the world. so does the use of chatting in facebook. people chat with others and express their feeling by applying emoticon. here it is emoticons that available in facebook:
(^^^) = Shark

:) or :-) or =) or :] = Smile
:D or :-D or =D = Big smile

>:o or >:-o = Smile with close eyes

:o
 
or :-o = Surprise

:(
 or :-( or =( or :[ = Sad face

;)
 or ;-) = Wink

:'(
 
= Crying

:*
 
or :-* = Kiss
:p
 or :-p = Tongue
>:(
 
or >:-( = Angry
<3
 = Heart. This also works in any facebook message, not only in the chat. Works on the wall, status messages, private messages, comments or where you want.


:3
 
= Cat face , mustache.


^_^
 = Pleasant face


-_-
 
= Pleasant face with eyes down


O:)
 
or O:-) = Angel

3:)
 
or 3:-) = Devil
:v
 = Pacman


:|]
 = Robot


8)
 
or 8-) or B) or B-) = Glasses
8|
 
or 8-| or B| or B-| = Dark glasses

:/
 
or :-/ or :\ or :-\ = Confuse
o
.O or O.o = Big and small eye



Read More..